Hierarki nilai

Setiap manusia memiliki prioritas masing masing; skala prioritas tersebut dibentuk oleh otak dan disusun oleh perasaan secara hierarki mulai dari atas bagian paling penting dan terus kebawah; itulah hierarki nilai.

Gue punya satu teman yang suka banget bermain bola; gibol banget pokoknya.

Ga ada hari tanpa main bola

Hierarki nilainya kira kira begini.

  • Main bola
  • Latihan bola
  • Bekerja
  • Tidur
  • Belajar

Bisa dikatakan dia lebih baik tidur dari pada belajar; lebih baik bekerja dari pada tidur dan main bola adalah segala galanya.

Suatu ketika, mengikuti program yang secara tidak disengaja, program relawan pendidikan, memberikan dan sharing experience kepada anak anak SD di pelosok pelosok selama 2 minggu.

Dia melihat fakta bahwa sangat banyak sekali keluarga yang berada di garis merah; terlantar, sangat jauh dari kesan layak.

Well, kejadian itu mengubah segalanya. Sangat kuat secara emosional, sampai mampu mengubah susunan hierarki nilainya.

Kira kira begini hierarki nilai yang baru.

  • Aktif sekali menjadi relawan
  • Bekerja
  • Belajar
  • Tidur
  • Main bola

Bahkan latihan bola yang awalnya menjadi prioritas kedua, sudah hilang, dan main bola menjadi tak prioritas lagi.

Seperti seolah sihir, main bola sudah tak lagi menyenangkan, kenapa? Karna kegiatan tersebut sudah mengganggu nilai tertinggi hidupnya: membantu pendidikan masyarakat tertinggal dan terabaikan.

Kini hidupnya berubah, sudah lebih giat bekerja dan belajar, karna untuk aktif memberikan sumbangsih sebagai relawan butuh modal; uang sebagai ongkos hidup dan ilmu sebagai bahan ajar; istirahat yang cukup agar kesehatan terjaga.

Lalu teman sepermainan bolanya mulai membicarakan dibelakang dan menyayangkannya. Mereka melihat menggunakan nilai mereka masing masing yang merupakan hierarki nilai lama teman gue yg sudah ditinggalkan.

Mereka nge-judge berdasarkan nilai mereka yg jelas sudah berbeda nilai nya dengan teman gue ini.

Dan disinilah lucunya hierarki nilai. Ketika hierarki nilai berubah, kita tidak kehilangan apapun.

Bukan teman gue yang kehilangan hobi nya karna memperdulikan orang lain. Tapi justru hobi itu yang tak lagi menarik baginya. Itu karena “menarik” merupakan produk hierarki nilai kita.

Ketika kita berhenti menghargai sesuatu, sesuatupun tak lagi menarik di mata kita.

Sama misalnya ketika kita tidak dihargai pasangan/orang lain, itu karna kita sudah tak lagi menarik baginya.

31 mei 2020, east java, indonesia